Kota "Unik" Banjarmasin #3

Akhir Februari 2009, Banjarmasin sempat geger. Duta Mall (mal satu-satunya di Banjarmasin) diramalkan akan runtuh di pertengahan bulan April–Juni 2009. Ramalan tersebut berasal dari paranormal kondang Indonesia, Mama Lauren. Berita itu semakin kencang ketika sebuah SMS kaleng menyebar:

Perhatian.. Dengarkan ini baik-baik, DM (Duta Mall) memang runtuh bulan 2-7. Jangan ke DM terutama mulai bulan 4-6! Karyawan yang bekerja di DM cerita kalau bangunan DM sudah turun 10 cm!! Jangan kesana sampai bulan 7! Masih bisa berbelanja di tempat lain. Tidak usah nonton bioskop. Kata orang alim (ulama) banyak yang melihat beribu-ribu mayat bergantungan di DM! Tolong sebarkan. Jadi harap hati-hati. Sumber

Kemudian, isi SMS itu bertransformasi menjadi broadcast message di Blackberry Messenger. Kabar tersebut menyebar luas, hingga sampai ke BB nyokap gue. Mendengar kabar ini, satu keluarga heboh, tertutama nyokap. Beliau orangnya gampang percaya sama kabar-kabar burung. Bahkan, pernah kejadian, nyokap hampir percaya sama modus penipuan Rinso-sachet-berisi-voucher-mobil-Avanza-yang-dilempar-ke-halaman-rumah. Waktu itu gue barusan pulang dari jogging. Tiba-tiba, nyokap keluar menghampiri gue. “Dauus! Kita dapat mobiiil!”

“Hah? Dapet mobil?” tanya gue, bingung.

“Iya. Tadi pagi, pas lagi bersihin halaman, Mama dapat rinso sachet. Eh, pas dibuka isinya voucher ini.”

Lalu, gue lihat vouchernya. “Aduh, Ma. Ini penipuan,” jelas gue, “Daus udah pernah liat modus penipuan ini di acara investigasi.”

Sebenarnya, dari tampilannya pun sudah kelihatan bahwa voucher itu palsu. Sama sekali nggak menarik. Ya, mungkin modal si penipu juga minim kali ya.

“Ooh..” kata nyokap, sambil mengangguk. “Tapi lumayan, rinsonya buat nyuci.”

Kejadian serupa terjadi ketika nyokap mendapat broadcast message tentang ramalan Mama Lauren itu. Alhasil gue dilarang untuk pergi ke Duta Mall. Gue juga agak parno, sih. Siapa tahu ramalan itu bener. Pas gue lagi asik jalan-jalan, tiba-tiba DM runtuh. Semua orang berlarian menyelamatkan diri. Lalu tinggal gue sendiri di dalam mal, terperangkap reruntuhan. Keesokan harinya, polisi menemukan mayat gue, meninggal karena tertindih baju-baju diskonan. Namun setelah dipikir lagi, kayaknya khayalan gue berlebihan.

Beberapa hari kemudian, surat kabar Banjarmasin Post (27 Februari 2009) meluruskan isu-isu yang beredar serta memuat konfirmasi langsung dari Mama Lauren.

“Isu tersebut tidak benar. Saya tidak pernah meramalkan kejadian tersebut,” jelas Mama Lauren. “Untuk apa saya meramal mal di Banjarmasin? Apa kurang pekerjaan? Mal di Jakarta saja ada banyak tapi tidak pernah saya ramal.”

Dan katanya, isu tersebut dibuat untuk persaingan bisnis saja. Mungkin ada beberapa orang yang iri, mengingat pengunjung DM yang hampir tidak pernah sepi setiap harinya. Om gue, dulu pernah kerja sebagai manajer di sana. Dia cerita ke gue. “Pemasukan uang parkir di DM itu bisa sampai milyaran per hari,” katanya. Bayangin. Satu milyar/hari. Dan itu duit semua, bro! Ini serius, gue gak bohong. Kalau nggak percaya, nih, gue kasih liat foto yang gue ambil bulan lalu.

Temen gue numpang eksis

Ini antre parkir motor pas mau pulang. Belum lagi mobilnya. Sekarang pertanyaan gue adalah: Berapa juta umat manusia yang pergi ke DM setiap harinya?

Gue juga bingung kenapa kok bisa gini. Sepertinya orang Banjar terobsesi sekali dengan mal. Kebayang kalau orang Banjar liburan ke Jakarta. Misalnya, ada dua orang Banjar, mereka lagi jalan-jalan. Lalu mereka berdua gak sengaja ngelewatin mal. Orang Banjar satu, “Wooh!! Wohh!! Bro, ada MAL bro! MAL!”

“MANAAH? MANAAH?” kata Orang Banjar dua, sambil celingak-celinguk dengan wajah penasaran.

“ITUUU!” kata Orang Banjar satu sambil mengarahkan telunjuknya.

“OHH IYAA! Ayok, kita sembah dulu!”

Mereka sujud di depan mal.

Kadang gue juga heran. Ada beberapa remaja yang ke mal sebenarnya gak ngapa-ngapain. Mereka cuman berjajar, berdiri di tepian pembatas lantai, sambil ngeliatin orang lalu lalang di bawah. Biasanya mereka iseng meludah ke lantai bawah. Ini ngapain coba? Kan kasian orang yang tiba-tiba kepalanya kena air ludah. “Loh, kok ada tai burung encer ya di kepala gue?”

Coba deh kalau ada kesempatan sekali-kali main ke sini. Terus mampir ke DM pas weekend. Gue jamin lo gak bakal bisa bedain itu mal atau pasar tradisional.

Gue rasa wajar aja sih fenomena kayak gini terjadi. Makin ke sini rasanya perilaku konsumtif orang Indonesia makin besar, makin tinggi. Tempat-tempat perbelanjaan jadi ramai dikunjungi meskipun sebenarnya mereka gak kepengen belanja. Ada satu contoh, ketika gue pergi ke toko gadget (pernah gue ceritakan di Kota “Unik” Banjarmasin #1). Pas masuk ke dalam toko tersebut gue kaget. “Kenapa rame banget nih toko?” tanya gue dalam hati. Gue lihat-lihat kayaknya gak ada promo atau diskonan. Lalu, beberapa minggu setelahnya, gue ceritain ini ke temen gue.

“Iya, Us. Kamaren waktu gue beli handphone juga rame banget,” jelas temen gue, membenarkan.

Gue pikir, apa jangan-jangan karena mal cuman satu sehingga toko gadget dijadikan tempat hiburan baru. Gak kebayang aja gitu. Misalnya, pas lagi weekend, temen gue SMS, “Us, jalan-jalan yuk!”

Gue membalas, “Ke mana? Duta Mall? Enggak ah, bosen.”

“Bukaaan. Kita gak ke mal. Kita coba yang lebih baru dan menantang... toko gadget!”

“SARAP LO!”