Enyahlah Kau, Semester 5!

Dengan berakhirnya hari Rabu kemarin, maka berakhir pulalah kekejaman yang ditimpakan ke gue di semester 5. Enyahlah kau, Semester 5!

Berbeda dengan orang kebanyakan yang membahas tentang liburan, gue memilih untuk merangkum perjalanan akademik gue di semester terkejam ini. Kenapa gue bilang terkejam? Karena dari awal kuliah gue belum pernah selelah ini.

Semester 5 dimulai dengan ambisi yang sengaja gue turunkan. Mengingat hasil semester-semester lalu yang nyaris ‘anjlok’, gue mencoba membatasi harapan. Biar nanti kalau gagal gak sakit-sakit amat. Di semester 5 harapan gue sederhana saja, yaitu lulus semua mata kuliah. Udah.

Hari demi hari gue lewati. Semuanya masih berjalan normal dan mampu gue hadapi. Hingga pada titik di mana gue menerima tugas yang... BUJUBUNENG BANYAK AMAT. Awalnya memang tugas datang satu per satu. Tapi lama-lama semakin banyak, semakin keroyokan. Ditambah lagi deadline yang berbarengan. Gue jadi kelimpungan sendiri. Bingung mau ngerjain yang mana dulu. Ujung-ujungnya malah menunda, dan numpuk di H-1. Saat itu mau nggak mau gue harus keluarin jurus The Power of Kepepet.

Nah, ngerjain tugas H-1 itu orientasinya bukan lagi hasil sempurna, melainkan sing penting mari! (Yang penting kelar!) Bodo amat deh mau bener apa enggak, revisi apa enggak. Pokoknya dalam pikiran gue: tugas selesai, dikumpulkan, lalu bersantai. Tapi emang, ya, yang namanya kuliah gak ada kata santai. Santai itu pas liburan doang. Diibaratkan semester 5 tuh kayak lagi lari estafet. Sudah kelar satu tugas, dilanjut sama tugas yang lain. Gitu terus sampai finish alias liburan.

Karena ditekan untuk terus lari dan lari, akhirnya gue kelelahan di saat garis finish pun belum kelihatan. Gue capek dan memilih mengambil jatah bolos. Lama-lama jadi ketagihan. Semester-semester lalu paling mentok gue bolos 3-4 kali. Tapi sekarang, kalau ditotal, bisa lebih dari sepuluh. Entah ini prestasi atau aib.

Gara-gara keseringan bolos, beberapa teman sampai nanya, ‘Lama nggak keliatan. Ke mana aja?’ Gue cuman bisa cengar-cengir. Untunglah dia nggak sampai nanya, 'Lo siapa? Anak baru, ya?'

Sebelumnya gue nggak pernah merasa semalas itu masuk kuliah. Karena prinsip kuliah gue adalah yang penting masuk, masalah paham materi atau enggak belakangan. Tapi sayang, prinsip itu gak berlaku di semester 5. Gue akhirnya keteteran materi sampai akhir. Atau versi lebaynya, gue gak dapat apa-apa di semester ini.

Mungkin ini kali yang dinamakan jenuh.

Mungkin banyak yang bertanya-tanya, kenapa gue bisa jenuh? Kalian bisa baca postingan gue beberapa bulan lalu di sini. Intinya, sih, berat di tugas. Masuk jurusan psikologi emang harus sering elus dada. Tugasnya itu beda dari kebanyakan jurusan. Khas. Jadi kalau mau cari pasangan yang penyabar, cari anak psikologi aja. Niscaya kami selalu sabar. Karena kami sudah terlatih oleh dosen-dosen tercinta.

Yah, mungkin itu aja yang bisa gue ceritakan.

Berhubung hari ini sudah mulai liburan, gue pamit undur diri. Mau nyuci sempak kotor dulu. Ciao!