Lagi Makan Gorengan, Tiba-tiba Dihajar

Bicara soal pengalaman Ramadhan gue sewaktu kecil, gue rasa nggak ada bedanya sama anak laki-laki kebanyakan.

Berawal dari shalat subuh bareng teman-teman di masjid dekat rumah. Setelah itu ngebolang, keliling komplek sambil bawa bola plastik dan petasan. Kemudian pulang sebentar. Siangnya main lagi. Kumpul di rumah teman yang punya Playstation lalu main sampai sore. Baru pulang ketika sudah hampir maghrib. Jadi di rumah, gue cuman numpang mandi, buka puasa, sama shalat maghrib. Setelah itu pergi lagi ke masjid untuk shalat isya dan tarawih main slepetan sarung.

Kegiatan-kegiatan di atas, gue rasa juga dilakukan oleh kelompok-kelompok anak lelaki lain di seluruh Indonesia. Kelompok yang biasanya terbentuk karena letak rumah berdekatan. Dan biasanya, kelompok tersebut punya nama sendiri yang diambil dari nama jalan atau komplek rumah mereka. Kelompok gue sendiri namanya Ramin, berasal dari nama jalan rumah kami.

Tidak jauh dari jalan Ramin, ada sebuah jalan bernama Arjuna. Di sana juga ada sekumpulan anak laki-laki yang membuat kelompok. Kita biasa memanggil mereka anak Arjuna.

Hal yang berkesan selama Ramadhan waktu kecil bukan ibadahnya, melainkan ada satu insiden yang membuat anak Ramin dan anak Arjuna bentrok.

Insiden itu terjadi sewaktu gue SMP. Anak-anak Ramin lain juga kebanyakan SMP tapi beda-beda tingkat. Salah satunya adalah Nabil, tetangga gue persis seberang rumah. Dia satu tingkat di atas gue. Nabil ini teman baik gue sejak kecil banget. Biasa main bareng gitu. Akrab.

Namanya juga anak SMP, ya. Perasaan tertarik sama lawan jenis udah mulai muncul. Begitu pula dengan Nabil. Gue lupa sih detailnya seperti apa. Namun yang pasti, suatu hari Nabil jadian sama perempuan. Kita sebut aja Ajeng.

Ajeng ini emang cakep. Tapi kita semua, anak-anak Ramin, nggak ada yang tahu kalau Ajeng juga digebet sama salah satu anak Arjuna. Pada suatu malam, di depan masjid, gue dan yang lain lagi jajan gitu. Maklum lah, suka bandel. Orang pada tarawih, gue malah jajan. Saat lagi asik makan gorengan gitu, tiba-tiba ada segerombolan anak laki nyamperin kami.

Salah satu di antara mereka tanya, "Di sini siapa yang namanya Nabil?"

Kami semua diam. Tapi Nabil maju. "Aku. Ada apa?" kata Nabil, halus. Nabil ini tipe anak yang pintar, pendiam, dan gak pecicilan. Terkenal baik juga. Seumur-umur kenal dia, gue nggak pernah lihat dia berantem. Orangnya anteng.

Cuman malam itu, ketika Nabil memperkenalkan dirinya, lelaki yang bertanya di awal tadi langsung menghajar mata Nabil. Bhuk!

Kami sontak heboh. Abang-abang yang jual gorengan langsung melerai. Nabil nggak membalas. Bukan karena nggak sempat tapi karena dia diam aja. Matanya langsung membiru. Gue sebagai teman akrabnya langsung emosi. Mau gue balas tapi baru ingat kalau gue juga cupu. Nanti malah gue yang dihajar. Jadi, gue memutuskan untuk diam aja, mengasihani Nabil.

Insiden malam itu cukup membuat anak Ramin ketakutan. Soalnya kebanyakan dari kami jarang berantem. Kami semua anak baik-baik (baca: cupu). Berbeda dengan anak Arjuna. Kayaknya berantem itu jadi makanan sehari-hari. Mereka juga terkenal suka memalak. Cadas abis lah pokoknya.

Dan dengar-dengar gosip, katanya sih pemicu terjadinya penyerangan malam itu karena Nabil pacaran sama Ajeng. Lalu ada anak Arjuna yang cemburu, terus minta seseorang buat habisin Nabil. Sangar banget, kan?

Usai kejadian malam itu, kami pun memutuskan untuk shalat tarawih di masjid yang lain. Tapi sayangnya, hal tersebut tidak membuat anak Arjuna berhenti menyerang.

Di kota gue ada sebuah pasar yang disebut pasar tungging. (Atau, kalau di daerah lain biasa disebut pasar dadakan.) Kenapa namanya jadi pasar tungging? Karena orang yang jualan di sana ngemper, sehingga membuat pembeli harus menungging. Maka jadilah pasar tungging.

Pasar tungging ini digelar malam minggu. Jadi pas banget buat anak-anak alay kayak kami untuk tebar pesona di sana. Namun yang jadi masalah, letak pasar tungging ini dekat sekali dengan jalan Arjuna. Sehingga suatu malam, kami lagi berdesak-desakan di dalam pasar. Teman-teman gue sudah pada duluan di depan.

Di saat lagi melihat-lihat barang jualan, dari belakang ada orang yang dorong-dorong gue. Begitu gue toleh, ternyata itu anak-anak Arjuna. Gue langsung panik. Mau lari tapi jalanan sesak. Gak bisa. Akhirnya gue keluar jalur, dan masuk ke gang kecil gitu.

Di gang itu, ternyata gelap dan sepi banget. Nggak ada orang sama sekali selain gue. Gue pun berjalan cepat. Sewaktu menoleh ke belakang, ternyata segerombolan anak Arjuna yang tadi mengikuti gue. Alhasil, gue langsung lari sekencang-kencangnya. Berlari lurus ke ujung gang. Di belakang, mereka juga ikut mengejar. Jantung gue benar-benar mau copot rasanya.

Beruntung gue bisa lepas dari kejaran mereka. Gue langsung kabur ke basecamp kami di lapangan basket. Di sana, gue jelasin semua ke anak-anak. Dan mulai malam itu, kami semua gak ada yang mau pergi ke pasar tungging lagi. Kecuali sama orang tua.

Yah, begitulah secuil kisah Ramadhan masa kecil gue. Mungkin kurang seru. Tapi serius, cuman itu yang bisa gue ingat. Sisanya biasa-biasa aja, kayak orang kebanyakan.

Anyway, selamat menunaikan ibadah puasa bagi kalian yang merasa muslim. Berikut ada tips agar puasa bisa lancar: klik sini. Dan juga ada tulisan tentang momen-momen yang kita alami di bulan Ramadhan sewaktu kecil: klik sini.

 Baca juga ceriota lainnya:
Yoga - Tragedi Buka Puasa di Masjid
Ichsan - Bulan Puasa di Samarinda
Adi - Hmm... Enak Juga~