Malang: Kalimantan Yang Tertukar
Sebelum
benar-benar memutuskan untuk kuliah di Malang, banyak kerabat dekat gue bertanya
seperti ini:
‘Yakin
kuliah di Malang? Di sana banyak orang Kalimantan lho. Gak ada bedanya sama di
sini.’
Sejujurnya,
Malang adalah pilihan kedua. Pilihan pertama gue yaitu Surabaya, Universitas
Airlangga. Dua kali mendaftar di UNAIR dengan jurusan psikologi, dua kali juga
gue ditolak. Akhirnya, dengan hati tabah, gue memilih Universitas Muhammadiyah
Malang sebagai alternatif.
Pada
awalnya gue sama sekali gak kepikiran kuliah di Malang. Tetapi UMM menyediakan tawaran menarik, yaitu akreditasi Fakultas Psikologi: A. Tanpa pikir
panjang, gue langsung mendaftar dan diterima.
Singkat
cerita, sudah dua tahun gue tinggal di bumi Arema. Pertanyaan
kerabat-kerabat terdekat gue kembali muncul. Meskipun sudah terjawab, pertanyaan
itu menyadarkan gue hal lain. Bahwa ternyata orang Kalimantan yang tinggal di Malang ini
banyak. Benar-benar banyak.
Gak
percaya? Sini gue jelasin satu-satu...
Pertama.
Setiap kali gue mengitari jalanan Malang, pasti gue ketemu sama motor bernomor
polisi: DA (Kalimantan Selatan), KT (Kalimantan Timur), KH (Kalimantan Tengah),
atau KB (Kalimantan Barat). Entah berapa pun jumlahnya tiap hari pasti ada.
Bahkan nggak jarang dalam satu waktu, gue ketemu belasan motor berplat DA.
Kedua.
Salah satu permasalahan anak rantau adalah: kangen masakan khas kota sendiri. Tetapi, gue rasa hal itu tidak berlaku pada anak Kalimantan. Di Malang, menemukan
soto banjar atau nasi kuning banjar sangatlah mudah. Mulai dari
warung Acil Rima, Mama Yaya, Acil Barakat, sampai yang paling terkenal Soto
Banjar Keluarga (atau Soto Banjar Cengger Ayam) menyediakan menu itu.
Dan
rupanya, kenikmatan masakan khas Kalimantan ini menular. Gue sering melihat orang
non-Kalimantan yang makan di empat warung di atas.
Ketiga.
Pernah kejadian sewaktu gue lagi pipis di toilet kampus, lalu datang dua orang
lelaki. Mereka juga pipis, tepat bersebelahan dengan gue. Salah satu dari mereka
ngomong, ‘Nukar minum kah mbah ni?’ (Terjemah:
‘Beli minum gak abis ini?’)
Gue langsung
membatin, ‘Hah? Dia ngomong sama gue? Kok
dia tahu gue orang Banjar? Atau jangan-jangan dia pengagum rahasia gue, lalu
ingin menyatakan cinta?’
Lalu
laki-laki satunya menyahut, ‘Iih.’ (Terjemah:
‘Iya.’)
Alhamdulilah... Ternyata mereka sama-sama orang Banjar. Gue mengelus dada dengan tangan yang baru dipake cebok.
Tetapi
bukan hanya kejadian di toilet itu aja. Gue juga pernah, bahkan sering, ketemu
orang berbahasa Banjar di fotokopian, di warung makan, di kampus, di parkiran, di masjid, di mall, dan lain-lain.
Keempat.
Kira-kira sudah dua tahun lebih gue tinggal di Malang. Namun uniknya, gue belum
bisa berkomunikasi dengan bahasa Jawa. Malah kebalikannya. Teman-teman gue asli
Jawa dan non-Jawa yang duluan bisa berbahasa Banjar. Termasuk juga Ranti, orang
Lombok yang sering disangka orang Kalimantan karena terlalu fasih berbahasa Banjar.
Dengan
keadaan yang serba Kalimantan ini, sama sekali tidak membuat gue kagok tinggal
di Malang. Meskipun ada banyak hal yang membedakan Malang dan Banjarmasin (seperti cuaca,
budaya, perilaku orang-orangnya, dll), namun tetap saja dua kota ini terasa
sama. Sampai sepupu gue yang pernah tinggal di Malang bilang, ‘Malang itu Kalimantan
Kedua.’
Dahulu
saat masih SD, gue pernah berkunjung ke Malang. Saat itu cuacanya masih sangat
dingin, jalanannya lengang tanpa macet, dan gue tidak menemukan orang
Kalimantan lain selain keluarga sendiri. Tetapi sekarang semua berubah. Malang
sudah gak sedingin dulu, dan jalanannya sering macet. Kemungkinan besar karena banyak pendatang, beberapa di antaranya dari Pulau Kalimantan. Nggak kebayang 10 sampai 20
tahun ke depan. Gue prediksi Malang akan segera mengubah namanya menjadi: Kalimantan
Yang Tertukar.
nah bujur banar ini mas Daus ayyyy
ReplyDeletesiapa tau lu dapet gebetan orang kalimantan juga broh haha
ReplyDeletememang cewek2 kalimantan cantik2 bro
ReplyDeletehahaha kalo dibikin film, bisa-bisa ngalahin Putri yang tertukar nih..
ReplyDeleteKalimantan yang tertukar.. bikin gih Us filmnya :p
serius tuh?
ReplyDeletewah kayaknya kota malang udah di invasi habis-habisan oleh orang-orang kalimantan :)
Bujur am, pang ayy...
ReplyDeleteHaha bener. Orang luar kalimantan biasanya paling inget sama kata2 di atas.
DeleteAku sama sekali belom pernah ngomong langsung sama orang Kalimantan.. Di Medan ngga ada keknya :'
ReplyDeleteHallo Mas Firdaus, btw ulang tahun kita beda 4 hari ajah loh, tapi ntah beberapa tahun hahahaa...
ReplyDeleteWahahaa.. saat itu ke Malang buat plesir tapi nggak liat org Kalimantan tuh Mas, (yaiyalha org gk kenal, gk nanya plus gk tau) hahahaa
Salam kenal yahh
Oh yaaa? 4 tahun lebih tua kamu ya mbak? hehe salam kenal juga..
DeleteIkam nih bu*it cuman itu yang aku tau bang :D
ReplyDeleteWah gue baru tahu nih. Orang Kalimantan bahasanya kayak gimana sih? Berarti bisa campur-campur lah sama jawa. :))
ReplyDeletePsikologi UMM?
ReplyDeleteSama kayak temenku :D
Dia kelas F. *kali aja kenal*
Sama, aku kelas F juga, tapi dia angkatan berapa?
DeleteAngkatan 2014, masih maba. :3
DeleteAku angkatan 2012. Namanya siapa?
DeletePutri Luluk.
DeleteNggak kenal ya?
Ooiya, pernah denger namanya. Kebetulan aku panitia pesmaba. Tapi lupa mukanya yg mana. Mungkin kalo aku terkenal, dia tahu sama aku. Hehehehe.
Deleteberjam jam blogwalking di blog kak Daus, suka banget sama tulisan-tulisannya. seru! bikin betah :D ditambah lagi dengan cerita hidup yang agak - agak mirip. sama-sama ditolak di univ dan jurusan sama hahaha
ReplyDeletedan yang lebih mengejutkan setelah berjam-jam baca saya baru ngeh kalo mba Ranti itu ternyata kk kelas sy stlh Kak Daus menyebut Lombok sbg asalnya :D
dunia ternyata ngga lebar - lebar banget :D salam kenal, Kak Daus! ;)
Lah baru ketemu blog orang kalimantan jua nah. Salam kenal lah ya...
ReplyDeleteHeheheu... tuh UMM separohnya orang kaliMANTAN semua...
Sama bnar,, aq 2 tahun di malang kada bisa bisa bahasa sini.. salam kenal sesama urang banjar.
ReplyDelete