Tak Sekuat Superman
Laki-laki, sudah sepatutnya untuk serba bisa dalam segala hal. Karena ketika dewasa nanti, laki-laki akan hidup berumah tangga. Bersama
istri dan anak-anaknya. Maka, jika terjadi sesuatu
yang tidak biasa, sebagai kepala
rumah tangga, laki-laki
selalu menjadi orang
yang pertama untuk turun tangan.
Permasalahan dalam rumah tangga tidak melulu sesuatu yang besar. Terkadang hanya
sesederhana mengganti bohlam lampu. Bagi sebagian laki-laki, mengganti bohlam
lampu sama mudahnya dengan mencari upil. Tapi tidak untuk sebagian lainnya. Terkhusus
mereka yang bertubuh pendek, atau mereka yang takut ketinggian. Beruntung,
ukuran tubuh gue cukup tinggi. Namun sayang, ketakutan gue akan ketinggian jauh
melebihi ukuran tubuh itu sendiri.
Ketakutan gue ini akhirnya diuji kemarin lusa, saat
sedang membantu Dewi pindahan. Dari kost lama ke rumah kontrakan baru.
Malam itu, sekitar bakda Isya, gue dan Dewi tiba di
rumah kontrakan baru. Di sana, sudah ada adik dan
teman-temannya Dewi yang tidak perlu disebutkan
namanya satu-satu. Di sana, juga sudah ada banyak barang
yang dikardusin bergeletakan di lantai. Semua barang itu tiba duluan, diantar oleh
mobil pick-up putih yang sebenarnya pergi bareng kami. Cuman kami terlambat karena
suatu hal. Apa itu? Ada lah, pokoknya. Kalian nggak perlu tahu.
Lalu,
tugas kami sekarang
adalah memindahkan.
Memindahkan barang yang ada di lantai atas ke lantai bawah, lalu sebaliknya. Pertama,
kami memindahkan sofa-sofa melalui jendela besar. Gue kebagian posisi di lantai
atas. Tepatnya berdiri di tepian jendela. Sementara di bawah, ada dua laki-laki
yang telah bersiap.
Berdiri di tepian jendela sambil mengangkat sofa
bukanlah pekerjaan yang lazim dilakukan. Status gue hanya sekedar mahasiswa,
tidak merangkap sebagai kuli bangunan. Jadi pekerjaan ini sangat asing bagi gue
pribadi. Namun syukurlah, atas
izin Allah, pindah-memindah barang diselesaikan dengan aman. Tanpa perlu ada
yang patah tulang karena terjatuh.
Setelah itu kami rehat sejenak. Pekerjaan ini
ternyata cukup membuat badan pegal-pegal. Saat sedang hikmad beristirahat, tiba-tiba Dewi
ngomong. “Kak, kayaknya lampu di sini agak redup ya?”
Gue mendongak ke atas, lalu mengiyakan.
“Kamu bisa ganti bohlamnya gak?”
Belum juga gue menyanggupi, dari dalam kamar, temannya
Dewi ikut menyahut. “Kamarku juga agak redup nih, Kak.”
Sebagai lelaki sejati, ya kan, gak mungkin gue
menolak. Apalagi dengan alasan yang tak logis. Misalnya, “Waduh. Maaf, nggak
bisa. Aku punya alergi sama cahaya.” Mereka nggak bakal percaya. Akhirnya, gue
pun menerima permintaan tolong itu. Sebelumnya, gue pernah
ganti bohlam kamar kost sendiri. Jadi gue pikir, “Ah, ganti bohlam doang nih?”
Gue pun mengganti lampu kamar teman Dewi lebih dulu. Semua berjalan lancar. Meski
sesekali kursinya bergoyang, membuat jantung mendadak hilang dari posisinya. Baru kemudian mengganti lampu di ruang
tengah lantai dua. Lampu ruang tengah ini posisinya tanggung. Berada di antara perbatasan
lantai. Salah-salah gerak, gue bisa jatuh ke bawah.
Gue sempat menawarkan kepada Dewi untuk mengganti
lampu kamar saja. Nanti juga cahayanya sampai ke ruang tengah, gue bilang. Cuman
Dewi nggak mau.
Duh, gimana nih?Dalih gue gagal.
Gue dilema. Mau coba tapi takut jatuh. Mau nyerah
tapi takut dikira cemen. Setelah berpikir sejenak. Akhirnya gue jujur. “Dew,
aku nggak berani, eh. Takut jatuh. Hehe.”
Entah bagaimana pendapat Dewi atas kecemenan gue waktu
itu. Gue tidak peduli. Yang penting nyawa aman.
Dewi akhirnya memanggil salah seorang lelaki di
bawah, untuk dimintai
tolong. Laki-laki itu naik ke lantai atas. Sejurus kemudian mengambil kursi, naik,
lalu dengan mudahnya mengganti bohlam yang lama dengan yang baru.
Dalam hati gue ngomong, eh gampang ya ternyata? Tau gitu gue aja.
Laki-laki itu pun turun dari kursi. Dia berjalan
menghampiri gue. Lalu, tepat di depan muka gue (yang blo’on dan cemen itu), dia
ngomong begini. “Semua laki-laki itu harus jadi Superman, Mas.”
“Hehe. Iya.” Gue cengengesan.
Eh bentar,
bentar. Dia ngomong apa barusan?
“Semua
laki-laki itu harus jadi Superman, Mas.”
Dsyuuuw! Rasanya tuh kayak ada meteor
yang jatuh tepat di dada gue. PEDIH!
Entah apa maksud dia bilang begitu, tapi sumpah, dada gue
terasa dihujani tombak. Gue merasa terhina. Jadi gue bukan Superman? Superman kan
identik dengan laki-laki kuat dan serba bisa. Berarti gue nggak serba bisa dong?
Hiks.
Gue kemudian mencoba menghibur diri. “Gapapa, Us. Lo emang bukan Superman, tapi lo
Batman. Lo kuat karena usaha, bukan karena takdir.” Gue tertunduk, lalu
mengangguk mantap. Sesaat gue sadari, kalimat barusan memang tidak nyambung. Tapi
tak apa lah. Lagian, Superman nggak hebat-hebat amat, kan? Dilempar kryptonite juga
tewas.
Sepulang dari rumah kontrakan itu, gue menyadari satu
hal. Sepertinya gue terlalu lemah untuk ukuran seorang lelaki. Gimana enggak?
Angkat sofa aja gemetaran. Ganti bohlam takut. Laki-laki macam apa itu?!
Bukankah laki-laki harus serba bisa. Kalau nggak, gue bakal dipermalukan lagi
seperti tadi. Bahkan yang paling parah, bisa membuat istri dan anak-anak gue kelak
kecewa. Mereka ogah punya suami dan bapak yang cemen. Duh, jangan sampai!
Baiklah. Sepertinya mulai besok gue harus work out, deh. Biar bisa kuat kayak
Superman. Atau setidaknya, Superman yang bisa diandalkan.
Superhero mah selalu gagal dalam urusan cinta, cees. Daripada gitu mendingan ikut CPNS aja..
ReplyDeleteItu coqok yang ngomong nggak kenal sama lo kan ya? Kalo gue jadi lo udah gue bekep mulutnya pake sendal. Sambil nangis. Muahahaha. :))
ReplyDeleteItu ._. nusuk banget si laki itu nyindirnya ._. semua laki-laki harus jadi superman :' pake sempak diluar :(
ReplyDelete"Cuman kami datang terlambat karena suatu hal. Apa itu?" Ya, apa itu? Apakah kalian mainin ban motor dulu sebelum berangkat? Kepo nih, Kak. Huahahaha.
ReplyDeleteJahat. Juga. Ya. Yang. Ngomong. Gitu. Ke. Kamu. Aku juga takut ketinggian. Contoh cemennya waktu nonton The Walk, aku mual gitu. Katanya sih itu karena aku phobia ketinggian, efeknya pas nonton sih ya itu. Cemen banget. Huhu. So, kalaupun kamu bukan Superman seperti yang si sialan katakan, kamu nggak bakal nangis jika kekasih hatimu pergi meninggalkan kamu. Ayahku selalu berkata padaku laki laki tak boleh nangis~ Harus selalu kuat harus selalu tangguh~ Harus bisa selalu tahan banting~ Tapi ternyata sakitnya cinta~ *malah nyanyi*
Haha perjuangan mengganti bohlam lampu yang sangat menegangkan sampai kursi yang di injak bergoyang dan terasa jantung loncat dari tempatnya :D Justru gue sebaliknya gan gue suka ketinggian tapi gak suka kerendahan, ya kerendahan misalnya gali sumur gue takut tuh kalau di suruh gali sumur, gak tau kenapa, tapi kalau gali sumur nolaknya bisa dengan cara logis gak kaya ganti lampu masa nolak nya bilang alergi sama cahaya :D aneh banget kan,,
ReplyDeleteKalo gue mulai kepikiran susahnya benerin kabel yang putus. Dari dulu nggak pernah diajarin, jadi takut sewaktu-waktu ada kabel putus di rumah nggak bisa benerin sendiri.
ReplyDeleteNo no no, semua orang pasti punya kekurangan dan kelebihan masing-masing
ReplyDeletemungkin nanti mas daus bakal punya istri yg bisa ganti bohlam lampu. bukankah hidup diciptakan untuk saling melengkapi?
Jangan terpuruk, tapi lakukan perubahan. kita bisa hehehe
Yawlaa kenapa gue kesel pas di bagian, ''eh gampang ya ternyata? Tau gitu gue aja.'' :(
ReplyDeleteKayak yg sering kebanyakan orang bilang, 'Jadi laki-laki itu harus serba bisa. '' Tapi aku nggak setuju juga sih bang dgn kalimat itu. Semua orang punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Iya nggak :D
Jadi besok, kalo lu mau nyari calon istri, tanya dulu bang dia pinter ganti bohlam lampu nggak?
Kan pasangan harus saling melengkapi. Heheheew
betemen kuat karena usaha, supermen karena takdir, nah kalo aliando kuat karena apa us ?
ReplyDeleteuntung si faris tinggi dan gak takut buat masang bohlam, memang idola ibu mertua #eh #salahfokus
ReplyDeleteUs kamu bisa nya apa nanti sebagey laki-laki yang akan menjadi kepala rumah tangga? Ceritain Us ceritain~
ReplyDeleteBahahahhakkk.. alergi sama cahaya... what the hell dah...
ReplyDeleteDitegor "Semua laki-laki itu harus jadi Superman, Mas." tepat di depan muka dan depan cewek itu pasti nyeseknya gak pake kira-kira. Kasian yah... puk puk puk... *simpati*